Selasa, 08 Oktober 2013

Moeki dan penanya

“ Sayang….

Antarkan aku ketempat yang kau bicarakan itu

Dimana kita tak pernah menemukan keributan dan ketamakan

Hanya ada nyanyian merdu..

Yang buat kita tertawa lepas tak resah….”

Caaaaaaaaaaaaaaaaakkk…………..”

Teriakan itu telah membuat Moeki menghentikan tarian pena-nya, padahal dia baru mengawali bait puisi yang sedianya akan ia gunakan untuk melengkapi tugas yang dibebankan padanya dari sekolah.

“Ooooooiiiiii… Masuklah... tak usah teriak…” sahut Moeki dari dalam kamarnya.

Selang beberapa menit, pintu kamar Moeki berderit. Muncul Somat, sosok pria muda yang terlihat lebih tua karena kumis dan jambang yang dibiarkan lebat menutupi wajahnya. Padahal kalau di kalkulasi, dia masih 4 tahun lebih muda dari pada Moeki.

“Hehehe… ku kira kamu sudah dikerubuti lalat cak” Jawab Somat.

Jiamput,, gak liat aku sedang mencoba tuk berpuisi..” jawab Moeki dengan intonasi datar.

“Eiitss,,, Puisi katamu.. yang bener cak,,??? Hahaha…” jawab Somat.

Seketika pecah kesenyapan di kamar Moeki, karena suara tawa Somat yang besar dan keras itu.

“Iya,, Puisi,, padahal aku ini tak pandai untuk urusan mempermainkan dan mempermanis kata..” sahut Moeki dengan sedikit nggrundel.

“Hahaha.. tugas dari orang itu ya kan..???” seloroh Somat.

“Iya, tugas dari Mister van Buler, sekaligus jadi beban buatku,,” kata Moeki.

“Nah lho.. kenapa harus menjadi beban cak..?” seloroh Somat

“Bagaimana gak jadi beban, kalau otak ini dipaksa untuk membuat kata-kata manis yang berisi khayalan-khayalan tak jelas. Padahal disisi lain aku lebih suka sebuah tindakan nyata dari pada harus berkhayal ngalor-ngidul” terang Moeki

“Hahaha... kalau menurutku itu sebuah tantangan cak.. soale itu bisa menjadi bukti kalau kita bisa..” seloroh Somat

Saat Somat sedang ngoceh panjang lebar perkara tantangan, Moeki kembali menggerakkan penanya. Dia kembali meneruskan bait kedua dan ketiga puisinya.

Saat engkau tersenyum

Walau senyum itu lirih..

Walau senyum itu tak penuh..

Aku rasa kaulah tempat yang paling ku tuju..

Terkadang Aku masih saja merindukan senyummu

Dari kejauhan..

Saat kita terpisah sejenak oleh rutinitas yang kita lakukan

Tapi memang begitulah adanya..

Aku begitu tenang saat senyum itu muncul dari kejauhan"

Celoteh Somat ternyata sangat membantu Moeki menyelesaikan tugasnya hari itu. Senyum mulai menarik otot-otot wajah Moeki, yang dari tadi kaku tak karuan. Moeki melontarkan senyumnya pada Somat, seraya itu dia berkata pada Somat,

“Hehe, mat,,, matur nuwun ocehanmu telah memberiku kata-kata manis itu hahaha… ”

“Ah,, kamu ngomong apa kang… aku ndak paham…” sambil garuk garuk kepala

Dua anak muda itu kemudian tertawa. Tawa yang tak pernah bisa kita dapatkan dengan menonton ketoprak atau apalah itu namanya. Tawa kebebasan yang terkadang sangat orang orang idamkan sampai kapanpun. Yah,,, tawa itu adalah tawa yang jarang sekali terdengar dari mereka. 


Posted via Blogaway

0 comments:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More